Probolinggo, 30 Mei 2025 — Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan babak baru dalam sistem pendidikan nasional melalui Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024. Dalam putusan ini, MK menegaskan bahwa kewajiban negara untuk membiayai pendidikan dasar berlaku setara untuk semua jenis lembaga pendidikan, baik sekolah negeri, sekolah swasta, hingga madrasah seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Frasa “tanpa memungut biaya” sebagaimana tertuang dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kini harus dimaknai secara inklusif. Artinya, tidak ada lagi pembedaan dalam tanggung jawab negara terhadap institusi pendidikan dasar yang menyelenggarakan kurikulum nasional untuk jenjang SD dan SMP, termasuk yang berbasis keagamaan.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Probolinggo dari Fraksi PDI Perjuangan, Arief Hidayat atau yang akrab disapa Cak Dayat, menyambut baik langkah MK ini. Ia menilai keputusan tersebut sebagai angin segar bagi dunia pendidikan, khususnya bagi lembaga pendidikan swasta dan madrasah yang selama ini merasa terpinggirkan dalam distribusi anggaran.
“Sudah waktunya negara hadir secara adil. Tidak bisa lagi kita membiarkan madrasah dan sekolah swasta yang menjalankan peran strategis pendidikan dasar justru dibebani pembiayaan yang tak sebanding,” ujar Dayat.
Madrasah, Penjaga Pendidikan Dasar di Daerah
Di Kabupaten Probolinggo, MI dan MTs memainkan peran vital, terutama di wilayah pedesaan dan pelosok. Sayangnya, sebagian besar dari lembaga ini masih berjuang dengan keterbatasan fasilitas, kekurangan guru profesional, dan dana operasional yang tak menentu.
“Kalau anak-anak madrasah juga belajar Matematika, Bahasa Indonesia, dan PPKn sama seperti di SD Negeri, kenapa mereka harus membayar lebih mahal?” tanya Dayat retoris. Ia menekankan bahwa keadilan dalam pembiayaan tidak boleh hanya bergantung pada status negeri atau swasta, tetapi pada peran dan fungsi lembaga dalam melayani pendidikan dasar.
Dorongan Regulasi Turunan yang Jelas
Meski putusan MK sudah keluar, tantangan berikutnya adalah menyusun regulasi pelaksana di tingkat pusat maupun daerah. Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Daerah dibutuhkan untuk mengatur mekanisme pendanaan, kriteria lembaga penerima, serta sistem pengawasan agar kebijakan ini tidak justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
“Tanpa regulasi turunan yang rinci dan transparan, kebijakan ini bisa diselewengkan. Bisa jadi hanya lembaga yang dekat dengan kekuasaan yang menikmati,” tegasnya.
Pendidikan Dasar Tanpa Diskriminasi, Bukan Sekadar Janji
Dayat menegaskan bahwa Putusan MK ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk memperbaiki ketimpangan yang sudah lama terjadi. Ia mendesak pemerintah pusat dan daerah agar benar-benar menjadikan ini sebagai titik awal untuk menghapus praktik diskriminatif dalam pembiayaan pendidikan.
“Anak-anak tidak boleh dibeda-bedakan hanya karena mereka belajar di madrasah atau sekolah swasta. Negara wajib hadir, bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai penjamin hak konstitusional warga negara dalam memperoleh pendidikan dasar yang setara,” pungkasnya.
Catatan Redaksi:
Putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024 merupakan hasil uji materi atas Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang diajukan sejumlah pihak atas dasar diskriminasi perlakuan antara lembaga pendidikan negeri dan non-negeri. Putusan ini berlaku mengikat dan wajib ditindaklanjuti oleh seluruh pemangku kebijakan.